RESPON INTERNASIONAL TERHADAP KEMERDEKAAN RI
Nama :Raffid Ardian Mudzaki
Kelas : XII IPS 2
RESPON INTERNASIONAL TERHADAP KEMERDEKAAN RI
- Penolakan Belanda
Belanda
berkali-kali menolak kemerdekaan RI. Mereka bahkan melakukan aksi polisionil
untuk merebut kembali wilayah Indonesia pada Agresi Militer I (1947) dan Agresi
Militer II (1948). Berkali-kali clash, berkali-kali pula
berlangsung perundingan, mulai Perjanjian Linggarjati (1946), Perjanjian
Renville (1948), Perjanjian Roem-Royen (1949), hingga Konferensi Meja Bundar
(1949). Pihak Belanda berkali-kali melakukan aksi polisionil dengan alasan
ingin menertibkan kondisi keamanan Hindia Belanda dari para pemberontak. Maka
tak heran Belanda kembali datang untuk alih-alih “menertibkan”. Belanda baru
mengakui kedaulatan RI berkat resolusi Konferensi Menja Bundar pada 1949. Meski
begitu, hasil kesepakatan KMB pun membagi wilayah Indonesia ke bentuk federasi,
Republik Indonesia Serikat. RIS lantas dinyatakan berakhir pada tahun 1950. Memang
tak mudah bagi para pejuang Indonesia terutama para diplomat di masa-masa awal
kemerdekaan meyakinkan negara-negara lain untuk mengakui Indonesia sebagai
negara berdaulat.
- Pengakuan
Mesir
Haji Agus Salim, AR Baswedan, Nazir
Pamoentjak, dan Rasjidi mengemban misi kunjungan balasan ke Mesir, setelah
sebelumnya Konsul Jenderal Mesir di Bombay, Abdul Mun`im bertandang ke
Yogyakarta pada 13-16 Maret 1947. Kunjungan Mun`im tersebut, menurut AR
Baswedan pada buku Abdul Rahman Baswedan: Karya dan Pengabdiannya,
mewakili Mesir dan mengemban pesan Liga Arab berisi dukungan terhadap
kemerdekaan Indonesia. Mun`im menyampaikan pesan tersebut kepada Presiden
Soekarno pada 15 Maret 1947. Setelah kunjungan Mun`im tersebut, keempat
delegasi Indonesia lantas bertolak menuju Mesir. Kedatangan mereka bahkan
mendapat atensi besar surat kabar Mesir. Sehari setelah kedatangan mereka, menurut
AR Baswedan, koran terbesar di Kairo “Al Ahrom” memuat foto delegasi RI.
Kehadiran keempatnya mendapat sedikit ganjalan saat jadwal seharusnya melakukan
penandatanganan kesepakatan persahabatan. Ternyata, pihak Belanda melalui Duta
Besar Belanda di Mesir sempat terlebih dahulu menemui PM Norakshi untuk
menyampaikan keberatan mengenai sikap pemerintah Mesir terhadap Indonesia. Duta
Besar Belanda tersebut mengingatkan mengenai kerjasama ekonomi Belanda dan
Mesir, juga mengancam akan menarik dukungannya terhadap Mesir bila tetap
mendukung Indonesia. PM Norakshi tak gentar dengan ancaman tersebut. Ia tetap
menerima keempat delegasi RI dan tetap melangsungkan penandatanganan perjanjian
persahabatan sekaligus pengakuan kemerdekaan RI.
- Respon India
Hubungan Indonesia dan India dari sisi
kebudayaan memang telah terjalin lama. Namun, secara politik kontak pertama
tokoh pergerakan kedua negara terjalin pada Kongres Internasional menentang
Kolonialisme di Brussel 1926 dan 1927. Kala itu, Hatta berjumpa Nehru. Hubungan
tersebut terus berlanjut hingga masa revolusi. India secara masif muncul
sebagai sahabat terdepan Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Kedua
negara, sama-sama berjuang menghadapi imperialisme Belanda dan Inggris.
Dukungan kedua negara bisa terjalin baik karena keduanya memiliki pandangan
politik serupa. Setelah merdeka, Indonesia mengirim bantuan ke India berupa
beras sebanyak 500.000 ton. Bantuan tersebut diberikan lantaran India mengalami
krisis. India membalas bantuan tersebut dengan mengadakan Konferensi New Delhi
pada 20-25 Januari 1949. Agus Salim kembali hadir sebagai delegasi Indonesia.
Konferensi tersebut dihadiri negara-negara sahabat, seperti Burma, Iran,
Australia, Arab Saudi, Selandia Baru, Tiongkok, Yaman, Sri Lanka, dan lainnya.
Hasil pertemuan tersebut membuahkan risalah untuk diajukan kepada PBB, berisi 3
pokok rekomendasi, meliputi; 1) melakukan gencatan senjata, 2) Belanda
membebaskan semua tawanan politik RI dan mengembalikan pemerintah RI ke
Yogyakarta, dan 3) mengadakan perundingan di bawah UNCI.
- Peran
Australia
Sekiranya 4.000 buruh kapal melakukan aksi
mogok. Mereka menolak bongkar muat kapal-kapal pengakut persenjataan untuk
Belanda. Dukungan kuat publik Australia, terutama Australian Waterside Workers
Union, para pelaut Indonesia, China, India tersebut membuat kapal-kapal Belanda
tak bisa melanjutkan pelayaran. Aksi tersebut tersohor dengan sebutan “The
Black Armada”. Aksi para buruh tersebut terus berlanjut hingga membuat elit di
Australia terpengaruh terhadap perjuangan Indonesia untuk mempertahankan
perjuangan. Hasil dari dukungan tersebut berbuah hasil manis. Pihak Australia
lantas memfasilitasi pemulangan sekitar 1.400 tawanan perang Belanda asal
Indonesia. Pihak Australia juga mendorong Dewan Keamanan PBB mengakui kemerdekaan
Indonesia. Dan terpenting, perjuangan Partai Buruh Australia secara
berkesinambungan melakukan aksi-aksi mendukung kemerdekaan Indonesia.
- Peran PBB
Peran terbesar PBB dalam sejarah Indonesia
terutama pasca-kemerdekaan lebih banyak mengurus penyelesaian masalah antara
Belanda dan Indonesia. Mula-mula ketika terjadi Agresi Militer I, PBB
mengeluarkan rekomendasi untuk membuat Komisi Tiga Negara (KTN). Tiap negara
berseteru memilih satu negara untuk menjadi wakil sementara satu negara menjadi
pihak netral untuk menyelesaikan pertikaian. Indonesia memilih Australia dengan
Richard Kirby, sementara Belanda memilih Belgia dengan Paul van Zealand. Pihak
ketiga atau netral dipilih Amerika Serikat dengan perwakilan Frank Graham. KTN
berhasil mengantar kedua negara untuk berunding pada Perjanjian Renville.
Setelah itu, PBB berperan pada pembentukan badan perdamaian bernama United
Nations Commission for Indonesia (UNCI). Tugas UNCI menggantikan KTN, untuk
membantu memperlancar segala bentuk perundingan antara Indonesia dengan
Belanda. Di PBB, Indonesia mengutus LN Palar menjadi Wakil Tetap RI. Palar
berperan besar memperjuangkan agar Indonesia mendapat pengakuan internasional.
Ia pun berhasil mengantar Indonesia menjadi anggota PBB.
Komentar
Posting Komentar